Pelanggaran Hak Cipta dalam Kajian Fiqih Islam

Posted on: Taiwan Halal / By Faisal Fahmi / Editor Faisal Fahmi / 2021-09-11 14:53:07 / 752 Views

Pelanggaran Hak Cipta dalam Kajian Fiqih Islam

Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur, mengumumkan atau memperbanyak penggunaan hasil penuangan gagasan, hasil ciptaan atau informasi tertentu atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut peraturan Undang-undang yang berlaku. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).

Bagaimana hukum pelanggaran hak cipta dalam kajian fiqih Islam?

Pertama, sebagian ahli fiqih menilai bahwa hak cipta merupakan hak yang bersifat ma’nawi, sehingga pelanggaran terhadapnya tidak membutuhkan ganti rugi, sebab sesuatu yang bersifat ma’nawi tidak memiliki fisik materi yang bisa digantikan.
Kelemahan dari pendapat ini terletak pada beberapa hal, antara lain adalah untuk menghasilkan karya seorang penulis membutuhkan upaya mengerahkan tenaga, waktu dan fikirannya. Ketiganya merupakan wilayah “manfaat / jasa” yang berhak menerima ganti rugi (‘iwadl). Ketiganya, merupakan anasir produksi (intâj) yang secara nyata membutuhkan biaya dan materi. Biaya dan materi inilah yang menjadi standar ukur dari hak penulis tersebut.

Kedua, sebagian ahli fiqih lain menilai bahwa hak cipta merupakan aset ma’nawi sehingga tidak masuk kategori harta. Sebab menurutnya, harta wajib memenuhi standar bisa disimpan dan dikuasai. Adapun hak karya, merupakan sesuatu yang tidak bisa dikuasai dan disimpan. 

Kelemahan dari pendapat ini, adalah pihak tersebut lupa bahwa yang dimaksud sebagai harta adalah:

 المال كل ما له قيمة شرعية، وأمكن الانتفاع به انتفاعًا مباحًا

Artinya, “Harta adalah segala sesuatu yang memiliki nilai yang diakui oleh syariat, dan bisa dimanfaatkan secara mubah.”  Dalam syariat, harta juga tidak hanya terdiri dari ainun musyâhadah (fisik materi), melainkan juga ada syai-in maushuf fidz dzimmah (aset berjamin). Hak cipta merupakan bagian dari karakteristik yang bisa dijamin tersebut sebab bisanya dimanfaatkan dan ditasarufkan.

Semisal, kecakapan profesi dokter. Seorang dokter dinilai jasanya karena faktor kecakapan profesi yang dimilikinya dalam menangani pasien dengan penyakit tertentu. Apabila kecakapan profesi menangani pasien itu tidak melewati mekanisme profesi dokter, maka kecakapan itu bukan disebut sebagai kecakapan dokter, melainkan kecakapan dukun, atau yang semisal.

Itu menandakan bahwa kecakapan merupakan bagian dari hak yang bisa ditasarufkan. Andaikata kecakapan itu tidak bisa ditasarufkan, maka tidak ada penerbit yang mau memanfaatkan. Segala sesuatu yang bersifat bisa dimanfaatkan, menandakan bahwa ia merupakan aset manfaat dari suatu materi. Alhasil, materi itu merupakan pondasi. Sementara manfaat merupakan cabangnya. Dengan demikian, pendapat kedua ini merupakan pendapat lemah karena tidak memandang materi tersebut.

Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, hak cipta adalah bagian dari harta manfaat. Setiap aset manfaat selalu memiliki aset materiil yang mendasarinya. Pelanggaran hak cipta dalam kajian fiqih Islam, meniscayakan meniscayakan adanya ganti rugi materiil. Kerugian materiil wajib dipenuhi seiring “hak” merupakan bagian dari haqqul adami. Ketiadaan ganti rugi hak materiil dapat menempatkan seseorang jatuh pada berbuatan zalim atau kejahatan, yang tidak cukup ditebus dengan sekadar istighfar tanpa disertai pengembalian hak.
Wallâhu a’lam.

Sumber: NU Online dan Wikipedia


Share this article on
Today Quote:
Take everyday as a chance to become a better Muslim.

Posted in taiwanhalal.com

Login to comment: Login/Register or