Tak Selamanya Makan Darah Itu Haram dalam Hukum Islam
Kita semua pasti tahu bahwa darah adalah salah satu jenis makanan yang diharamkan oleh hukum Islam. Tapi di sisi lain, darah juga menjadi makanan yang cukup dekat dengan budaya masyarakat kita. Sebut saja nama-nama makanan seperti dideh, warus, lawar dan marus yang pasti sudah tidak asing lagi di telinga. Makanan-makanan tersebut berasal dari hasil tampungan darah penyembelihan hewan. Selintas, bentuknya seperti hati sapi yang halal untuk dimakan. Tak hanya diolah secara tradisional, makanan yang berasal dari darah pun ada yang berasal dari hasil pengolahan industri modern. Bentuknya tentu tak sesederhana hati sapi, tapi bisa berupa tepung darah yang nantinya digunakan untuk obat, vitamin penambah darah, maupun suplemen bagi tubuh.
Hukum Islam tentang darah
Dasar hukum mengenai diharamkannya darah cukup banyak terdapat dalam Alquran maupun Hadits. Di antaranya adalah sebagai berikut:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya.” (Q.S. Al-Maidah ayat 3).
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 173).
Ibnu Umar r.a. menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Telah dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai ialah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah ialah limpa dan hati.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 210 dan ash-Shahihah no: 1118).
Keterangan yang lebih jelas mengenai darah seperti apa yang haram terdapat dalam ayat berikut:
“Katakanlah, tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (Q.S. Al-An’aam ayat 145).
Dalam Q.S. Al-An’aam ayat 145 dijelaskan bahwa darah yang haram adalah darah yang mengalir. Lebih lanjut, ayat ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Aisyah, beliau mengatakan, “Andai Allah tidak berfirman, ‘darah yang memancar’ tentu orang-orang akan mencari-cari darah yang menyelip di daging.” (Rawa’iul Bayan, 1:164)
Apa itu darah yang mengalir atau memancar?
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, “Darah yang memancar adalah darah yang keluar dari binatang sebelum dia mati.” (Asy-Syarhul Mumti’, 15:8)
Contohnya adalah hewan hidup yang ditusuk perutnya kemudian mengeluarkan darah atau hewan yang baru disembelih dan darahnya ke luar. Intinya, selama hewan tersebut belum mati total maka darah yang keluar ini tergolong Ad-Dam Al-Masfuh (darah yang memancar).
Jadi jika kita pernah menemukan darah di sela-sela tulang dan daging hewan yang kita makan, maka darah tersebut dihukumi darah tidak memancar atau mengalir sehingga tidak masalah jika dikonsumsi.
Sementara itu sebagian dari masyarakat kita masih ada yang menampung darah dari hewan yang masih dibiarkan hidup setelah ditusuk maupun disembelih. Padahal ini adalah kebiasaan sebagian masyarakat jahiliyah. Dalam konsep Islam, penyembelihan dilakukan dengan mengucap nama Allah kemudian memotong pembuluh darah tanpa merusak organ-organ vital dari hewan tersebut.
Allah a’lam.
Share this article on
Today Quote:
And when the foolish address them (with bad words) they reply back with ‘Salamaa’ (peaceful words of gentleness) (Qur’an, 25:63)
Posted in taiwanhalal.com