Jika Kita Mendapatkan Pekerjaan dengan Curang, Apakah Gajinya Halal?

Posted on: Taiwan Halal / By Faisal Fahmi / Editor Faisal Fahmi / 2021-06-05 16:01:03 / 2051 Views

Jika Kita Mendapatkan Pekerjaan dengan Curang, Apakah Gajinya Halal?

Bekerja kepada seseorang, lembaga, instansi, atau perusahaan dapat dikategorikan dalam akad ijarah (kontrak jasa). Salah satu hak bagi orang yang bekerja adalah mendapatkan gaji atas jerih payah yang ia lakukan. Untuk menunaikan suatu akad kontrak jasa, dibutuhkan transaksi akad yang salah satu prosedurnya barangkali adalah dengan jalan mengikuti tes/ujian masuk.

Ditinjau dari sisi kaidah ushuliyah, tes merupakan syarat bagi terjadinya akad dan bukan syarat bagi sahnya akad. Kita perlu membedakan antara kedua istilah ini agar bisa melihat masalah dengan konteks yang tepat. Sebelum memerincinya, kaidah pokok yang wajib kita pedomani berkaitan dengan akad ijarah (kontrak jasa), adalah:

من كثر عمله كثر أجره

"Orang yang banyak kerjanya maka banyak upahnya."

Kaidah lain yang menunjjukkan pengertian senada adalah:

الأجر بقدر التعب

"Upah menyesuaikan dengan tingkat kepayahan"

Artinya, dengan berpedoman pada kaidah ini, siapa pun orang itu, asal ia mau bekerja, maka ia berhak atas gaji akibat jerih payah yang sudah ia lakukan. Besaran gaji sudah barang tentu menyesuaikan dengan tingkat kepayahan. Selanjutnya mari kita perinci antara dua istilah "tes merupakan syarat bagi terjadinya akad" dan "tes bukan syarat bagi sahnya akad."

 

Tes Merupakan Syarat bagi Terjadinya Akad

Ketika kita menempatkan bahwa Tes merupakan syarat bagi terjadinya akad maka secara tidak langsung kita telah menempatkan bahwa tes merupakan sesuatu yang berada di luar akad ijarah. Mengapa? Logikanya sederhana sekali, yaitu dengan menempatkan tes sebagai syarat, maka itu menandakan bahwa tes bukan merupakan bagian dari akad ijarah. Namun adanya tes bisa menjadi sebab untuk melanjutkan menuju akad. Ketiadaannya, merupakan mani’ (penghalang) menuju akad.

Bagaimana jika dalam tes itu seseorang berlaku curang, kemudian ia diterima untuk bekerja? Dalam kondisi semacam ini, kecurangan itu sifatnya adalah berada di luar akad ijarah. Secara umum dia sudah ikut tes, alhasil sudah terpenuhi syarat untuk melanjutkan menuju terlaksananya akad ijarah. Namun, syarat itu menjadi tidak sempurna disebabkan karena faktor kecurangan yang menempatkan seseorang pada status sebagai pelaku maksiat. Alhasil, pelakunya berdosa karena maksiatnya. Praktik kecurangan itu sendiri adalah tindakan haram, zalim, dan melanggar hak adami.

 

Tes Bukan Merupakan Syarat Sahnya Akad Ijarah

Untuk memahami kalimat ini mari kita ingat rukun akad ijarah! Akad ijarah dinyatakan sah bilamana terpenuhi rukun-rukunnya.  Secara ringkas, rukun akad ijarah itu ada lima, yaitu (1) adanya shighah, (2) penyewa (ajir/musta'jir), (3) pihak yang menyewa (muajjir), (4) objek yang disewa (ma’jur), dan (5) manfaat sewa. Ini artinya, tanpa keberadaan “syarat” (termasuk didalamnya adalah tes) pun, setiap kelima rukun itu terpenuhi maka akad ijarah (kontrak jasa) yang terjadi hukumnya adalah sah.

Sah dan batal merupakan bagian dari hukum wadl’i. Adapun hukum taklifi adalah berkaitan dengan wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Artinya, saat kita berbicara mengenai "sahnya suatu akad", maka kita tidak sedang berbicara mengenai hukum wajib, sunnah (mandub), mubah (jaiz), dan seterusnya. Alhasil, fokusnya adalah ijarahnya sebagai "sah" ataukah "batal."

Sebagaimana kaidah sebelumnya bahwa sah adalah bila terkumpul antara syarat dan rukun, maka syarat sah dari akad ijarah dalam syariat Islam adalah bila setiap komponen rukun ijarah di atas terpenuhi.

Dengan menyimak detail komponen dari syarat pelaksanaan akad ijarah ini, kita tidak mendapati bahwa sesuatu yang berada di luar akad ijarah sebagai yang bisa merusak terjadinya akad. Alhasil, ijarahnya adalah sah sebab terpenuhi syarat dan rukunnya akad ijarah. Sehingga, penghasilan pelaku kecurangan tersebut juga sah dan halal baginya disebabkan karena kerja yang ia lakukan berdasar relasi akad ijarah. Sebab, bagaimanapun juga, adanya kerja menjadi sebab dari adanya gaji. Adanya tetesan keringat menjadi sebab ia berhak untuk menuntut upah.

Alhasil, curang dalam tes penerimaan pegawai merupakan perilaku yang tercela secara syara’. Pelakunya berdosa karena perbuatan haram tersebut. Kendatipun, apabila karena kecurangan tersebut, ia diterima sebagai pegawai, hukum gaji yang ia dapatkan adalah halal karena kerja yang ia lakukan sebab relasi akad ijarahnya (akad kepegawaiannya).

Wallahhu a'lam bish shawab.

Sumber: Bahtsul Masail NU Online.
Image: theconversation.com


Share this article on
Today Quote:
The Prophet Muhammad Peace be upon him Said: There will come a time when holding on to your religion will be like holding burning coal. – Sunan al-tirmidhi : 3056

Posted in taiwanhalal.com

Login to comment: Login/Register or